Belanja ga pake nawar? Mana seru! Bagian inilah yang membuat
saya paling bersemangat. Bagi saya, seni tawar menawar adalah praktikum kuliah
negosiasi yang sejati. Lewat tawar menawar Anda akan belajar manajemen isu
konflik, optimalisasi sumberdaya ekonomis, berupaya mencari win-win solution,
serta 144 SKS mata kuliah psikologi social dan komunikasi massa (selain dapat
diskon harga tentunya :p).
Tawar menawar pula yang membuat pasar kembali menjadi
organisme sosial yang manusiawi. Kumpulan manusia. Bukan kumpulan harga-harga.
“Fasilitas” yang tidak ada di gerai modern pusat perbelanjaan. Jika Anda
berbelanja ke gerai modern di mall, hanya tercipta komunikasi satu arah.
Penjual dengan harga yang sudah ditentukan.
Take it, or leave it.
Berbeda dengan pasar biasa. Baik itu pasar yang sudah
“modern” (tertata, tercluster, dan udah punya oyjeck klo uyjan juga ga
beycheck) seperti Tanah Abang, Pasar Turi, Beringharjo, dll. Secondary market
(pasar jual beli mobil contohnya) atau pasar online (cth: FJB kaskus).
Disini Anda bertransaksi dengan manusia. Bukan system
barcode atau kasir yang terpaksa tersenyum meski sedang dilanda masalah rumah
tangga. Di pasar “tradisional”, Anda bisa bersentuhan langsung dengan pelaku
ekonomi. Mendengar cerita mereka. Bercanda. Berbicara soal cuaca, daerah asal,
isu politik, hingga gossip artis ternama. Hidup bukan hanya berurusan tentang
harga.
Lantas, bagaimana cara tawar menawar biar dapat barang
termurah? Cukup ikuti tiga langkah dari saya.
Tiga Cara Untuk Mendapatkan Harga Terbaik Untuk Setiap
Barang yang Anda Beli
Jurus-jurus yang akan saya bagikan mungkin membuat proses
belanja menjadi agak sedikit lama dan memerlukan pengorbanan ekstra. Jurus ini
bisa Anda gunakan untuk melakukan pembelian di semua pasar yang membuka celah
negosiasi. Baik itu offline atau online. Apa saja langkahnya? Sederhana. Cukup
lakukan 3 hal berikut ini:
1. Cari
informasi
2. Lakukan
negosiasi
3. Pikirkan exit
strategy
Kita mulai dari langkah awal: cari informasi.
Tujuannya adalah mendapatkan fair price untuk barang yang
kita incar. Cari info sebanyak-banyaknya tentang harga produk. Berapa harga
wajar untuk kualitas barang seperti ini? Berapa harga pasarannya? Pada harga
berapa kita ingin membeli? Dimana penjual alternative yang ada? Sudahkah kita
melakukan perbandingan harga? Apakah ada penjual yang rela melepas barang pada
harga yang saya tawarkan?
Fase inilah yang membuat kaum hawa rela 2 jam muterin pasar
hanya untuk menanyakan harga. Sudah mendapat fair price? Good. Kita bisa masuk
langkah selanjutnya.
Lakukan negosiasi
Disinilah seninya. Anda tidak perlu membaca Getting to Yes
karya Fisher dan Ury untuk menawar baju di Tanah Abang. Juga ga perlu mengambil
mata kuliah 3 sks tentang topic ini (kebetulan, saya dapat E waktu kuliah).
Cukup lakukan perbandingan harga yang penjual dengan tawarkan dengan harga
pasar.
Inilah pentingnya langkah pertama. Anda sudah punya “modal”
berupa informasi. Karena di pasar selalu ada asymmetric information. Penjual
tahu lebih banyak daripada kita. Dia tahu berapa harga grosirnya, dimana distributornya,
apa kelebihan kekurangan barang yang ia jual. Jika kita bisa tahu informasi
kunci ini, sungguh merupakan senjata yang sangat ampuh untuk menawar.
Jika pedagang memberikan harga diatas harga pasar, katakan
saja harga pasarnya (terkadang bisa 50% dari harga pembukaan). Jika ia tidak
mau turunkan harga, tinggalkan. Cari penjual lain. Loh, katanya jurus rahasia
bisa dapat harga termurah?
Saya harus mengklarifikasi. Tujuan kita adalah mendapat
harga yang WAJAR (fair price), bukan termurah. Karena mahal-murah bersifat
relative. Barang disebut mahal, jika diatas harga wajar pasar. Lagipula, jika
kita mendapatkan harga dibawah harga wajar pasar (merusak pasar), hanya ada
tiga kemungkinan:
a. Barang itu
cacat (tiren, BM, selundupan)
b. Kita membeli
dalam volume banyak
c. Kita rela
jadi istri simpanan Abang yang jualan :p
Jika Anda tahu harga grosirnya 10rb, tentu kita tidak akan
bisa membeli dengan harga 10rb juga. Apalagi 9rb. Kecuali nawarnya sambil
ngalungin golok ke leher abangnya hehehe. Menawarlah dengan wajar. Pedagang
juga manusia yang butuh biaya untuk hidup.
Kita juga bisa menggunakan modal social yang kita punya.
Modal social bisa berupa apa saja. Kedekatan family, kesamaan suku daerah asal,
humor, track record kerjasama jangka panjang (langganan), sampai rayuan maut.
Tujuannya agar penjual rela menurunkan margin keuntungan yang diambilnya.
Diskon harga akan semakin mudah didapat jika kita membeli
dalam volume dan frekuensi tinggi. Tapi jika kita Cuma beli wortel satu biji ya
wajar saja jika kesulitan mendapat diskon meski sudah katam membaca buku-buku
negosiasi sambil kuliah di Harvard Business School sono.
Exit strategy
Pernah nawar, penjualnya ga mau, kita pergi, terus
dipanggil-panggil lagi?
Makanya barang belum dibayar jangan dibawa kabur dulu donk!
Hehehe. Maksud saya, penjual setuju dengan harga yang kita ajukan ketika pergi.
Inilah jurus paling sakti untuk memenangkan negosiasi: berusaha menghancurkan
negosiasi.
Exit strategy hanya boleh Anda lakukan pada final offer.
Contohnya gini:
Kita: Berapa Bang?
Penjual: 35rb Mbak
Kita: Yah, bahannya Cuma kaya gini. Biasanya Cuma 15rb-an
nih (sadis tidaknya kita menawar, tergantung fair price barang itu sendiri)
Penjual: yah mana boleh Mbak, ngambilnya 20rb (pasar itu
tempatnya setan, jangan gampang percaya omongan penjual)
Kita: Iya, biasanya 15rb koq. Grosirannya kan Cuma 10rb. Apa
saya ngambil di sebelah aja (naikkan bargaining power kita, berikan “ancaman”
persaingan)
Penjual: Ga nyampe untungnya Mbak. Paling2 Cuma bisa turun
jadi 30rb (Waduh ni mbak2 udah tahu harga pasar, tetep jual mahal ah)
Kita: ya udah klo ga mau 15rb. Boi boi. (cabut, cari penjual
laen)
Saat kita pergi, tiba-tiba dipanggil.
Penjual: Ya udah deh, gpp (biar untung dikit yang penting
laku)
Tuh kan, jika kita udah ngeluarin jurus exit strategy,
pastikan itu jurus terakhir kita jika perundingan sudah buntu. Jangan sampe
Anda kembali lagi. Karena itu akan menunjukkan jika kita benar2 butuh ama tu
barang, dan secara otomatis menaikkan bargaining power penjual. Dan sekali
lagi, jika memang harga pasarnya segitu, ya mau gimana lagi.
Take it, or leave it.
0 komentar:
Posting Komentar